Friday, August 16, 2013
Kemuliaan Hanya Dapat Dicapai Dengan Ilmu Agama
(Disarikan dari kitab Sittu durar (enam Mutiara) Ahlus sunnah wal jama’ah karya Syaikh Abdul Malik Ramdhani)
Pembahasan ini termasuk pembahasan yang
sangat penting diantara semua pembahasan yang ada dalam tulisan ini,
karena pembahasan ini bertujuan menjelaskan dasar atau landasan dari
amalan kita yang perlu dilakukan dengan giat dan sungguh-sungguh.
Sebagian orang Islam takut dengan kekuatan
orang-orang kafir dan orang-orang yang sesat yang begitu hebat. Karena
itu mereka berpandangan bahwa kemuliaan akan bisa mereka rebut kembali
dengan menghadapi kekuatan orang-orang kafir dan sesat tersebut dengan
kekuatan yang lebih kuat lagi. Mereka pun memanfaatkan setiap
sarana-sarana yang mereka miliki untuk menyaingi kekuatan itu hingga
mereka meremehkan ilmu syar’I tanpa mempedulikannya sama sekali. Akan
tetapi, walaupun mereka berusaha menata organisasinya dan memperbaiki
manejemennya serta memperkuat kekuatan dan mempelajari tipu daya musuh,
tetap saja tidak akan dikaruniai kemuliaan dan kejayaan kalau mereka
tidak membangun amal perbuatan dan seluruh kegiatan mereka dengan
pondasi ilmu (syar’i), serta menjunjung kedudukan dan martabat ilmu dan
ahli ilmu.
Allah Ta’ala berfirman:
“….Allah akan meninggikan orang-orang
yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan
beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (Al Mujadalah: 11)
Allah juga berfirman:
“…kami tinggikan derajat orang yang
kami kehendaki; dan di atas tiap-tiap orang yang berpengetahuan itu ada
lagi yang Maha Mengetahui.” (Yusuf: 76)
Imam Malik rahimahullah berkata (mengomentari ayat di atas):” Maksudnya, (Kami tinggikan derajat mereka) dengan ilmu (syar’i).” (Syarhus Sunnah karya Imam Al-Baghawi 1/672)
Zaid bin Aslam guru Imam Malik berkata
mengenai ayat kesebelas dari surat Al Mujadalah :” sesungguhnya yang
dimaksud adalah ‘dengan ilmu’. Allah akan mengangkat (derajat) siapa
saja yang dikehendakiNya di dunia ini dengan ilmu tersebut.” (Riwayat
Ibnu Abi hatim dalam Tafsirnya (4/1335) dan (7/2176), Abu Fadhl Az
Zuhri dalam Haditsnya (545), dan Ibnu ‘abdil Bar dalam Jami’il Bayan wa
Fadhlihi (1901). Riwayat ini Shahih)
Ketinggian derajat dan kemuliaan ini pun
bisa didapatkan di dunia, tidak hanya di akhirat, sebagaimana yang
dijelaskan oleh Allah subhanahu wa ta’ala ketika memilih thalut untuk
memimpin para pemuka dan tokoh Bani Israil lewat firmanNya:
“Nabi mereka mengatakan kepada mereka:
“Sesungguhnya Allah Telah mengangkat Thalut menjadi rajamu.” mereka
menjawab: “Bagaimana Thalut memerintah kami, padahal kami lebih berhak
mengendalikan pemerintahan daripadanya, sedang diapun tidak diberi
kekayaan yang cukup banyak?” nabi (mereka) berkata: “Sesungguhnya Allah
Telah memilih rajamu dan menganugerahinya ilmu yang luas dan tubuh yang
perkasa.” Allah memberikan pemerintahan kepada siapa yang
dikehendaki-Nya. dan Allah Maha luas pemberian-Nya lagi Maha
Mengetahui.” (Al Baqarah: 247)
Dari Amir bin Watsilah bahwa Nafi’ bin Abdul
Harits pernah bertemu ‘Umar di ‘Usfan. Dan ‘Umar waktu itu mengangkatya
menjadi gubernur Mekkah. ‘Umar lalu bertanya: ” Siapa yang engkau
tugaskan memangku jabatan sebagai wali untuk penduduk yang bertempat
tinggal di lembah-lembah (atau gurun)?”
“Ibnu Abza,” Jawab Nafi’
“Siapa Ibnu Abza itu?” Tanya ‘Umar selanjutnya.
“Seorang dari hamba-sahaya kami,” jawab Nafi’.
“Anda mempercayakan mereka kepada seorang hamba-sahaya?!” Tanya ‘Umar.
Dia menjawab:” Ia seorang yang suka membaca dan paham Al-quran. Di samping itu, dia juga ‘alim tentang ilmu Faraidh.”
‘Umar kemudian berkata:”Adapun Nabi kalian
shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda:’Sesungguhnya Allah
mengangkat derajat suatu kaum dengan Kitab ini (Al Quran) dan
merendahkan yang lain dengan Kitab ini (pula).” (HR. Muslim no.817)
Oleh karena itu, Allah subhanahu wa ta’ala
mengangkat orang-orang rabbani (ahli Ibadah lagi berilmu) dari kalangan
Bani Israil sebagaimana firmanNya:
“Sesungguhnya kami Telah menurunkan
Kitab Taurat di dalamnya (ada) petunjuk dan cahaya (yang menerangi),
yang dengan Kitab itu diputuskan perkara orang-orang Yahudi oleh
nabi-nabi yang menyerah diri kepada Allah, oleh orang-orang alim mereka
dan pendeta-pendeta mereka, disebabkan mereka diperintahkan memelihara
kitab-kitab Allah dan mereka menjadi saksi terhadapnya. Karena itu
janganlah kamu takut kepada manusia, (tetapi) takutlah kepada-Ku. dan
janganlah kamu menukar ayat-ayat-Ku dengan harga yang sedikit.
barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah,
Maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir.” (Al Maidah: 44)
Selain berilmu (agama), orang-orang rabbani
juga disifati oleh Allah Ta’ala sebagai orang-orang yang mau mengajarkan
ilmu tersebut. Hal ini sebagaimana firman Allah ta’ala:
“Tidak wajar bagi seseorang manusia yang
Allah berikan kepadanya Al kitab, hikmah dan kenabian, lalu dia Berkata
kepada manusia: “Hendaklah kamu menjadi penyembah-penyembahku bukan
penyembah Allah.” akan tetapi (Dia berkata): “Hendaklah kamu menjadi
orang-orang rabbani, Karena kamu selalu mengajarkan Al Kitab dan
disebabkan kamu tetap mempelajarinya.” (Ali ‘Imran: 79)
Di dalam Al-Quran terdapat dua ayat yang
lafadznya sama, yang menerangkan bahwa Allah subhanahu wa ta’ala
meninggikan derajat seseorang dari hamba-Nya yang dikehendaki-Nya.
Dalam ayat yang pertama Allah menceritakan tentang Ibrahim ‘alaihis salam, dengan firman-Nya:
“Dan Itulah hujjah kami yang kami
berikan kepada Ibrahim untuk menghadapi kaumnya. kami tinggikan siapa
yang kami kehendaki beberapa derajat. Sesungguhnya Tuhanmu Maha
Bijaksana lagi Maha Mengetahui.” (Al An’am: 83)
Dan dalam ayat yang kedua Allah berfirman tentang Yusuf ‘alaihis salam dalam firman-Nya:
“…kami tinggikan derajat orang yang kami
kehendaki; dan di atas tiap-tiap orang yang berpengetahuan itu ada lagi
yang Maha Mengetahui.” (Yusuf: 76)
Syaikhul Islam ibnu Taimiyah berkata
mengomentari firman allah subhanahu wa ta’ala di atas: “Allah
menyebutkan bahwa Dia mengangkat orang-orang yang Dia kehendaki beberapa
derajat dalam kisah perdebatan Ibrahim dengan Namrud dan dalam kisah
siasat Nabi Yusuf yang menginginkan agar saudaranya, Bunyamin, tetap
tinggal bersama beliau di mesir dan tidak pulang bersama saudar-saudarny
yang lain ke negeri asal mereka. Oleh karena itu, para salafus shalih
berkata:’ Allah subhanahu wa ta’ala meninggikan derajat mereka.’ Jadi
konteks ayat ini jelas menunjukkan hal itu. Kisah ibrahim berkaitan
dengan hujjah untuk mematahkan dan menolak bahaya dan mudharat dari para
penentang agama. Sedangkan kisah yusuf tentang politik (siyaasah) dan
strategi untuk meraih manfaat yang ingin dicapai. Jadi ilmu dalam ayat
pertama adalah hujjah untuk menolak usaha-usaha yang mengancam agama.
Dan ayat kedua adalah ilmu bagaimana cara menolak kerugian dunia dan
meraih maslahatnya. Atau dengan kata lain: Kisah Nabi Ibrahim ‘alaihis
salam adalah mengenai ilmu tentang retorika lisan di saat yang tepat
untuk tujuan menarik manfaat, sedangkan kisah Nabi Yusuf ‘alaihis salam
adalah mengenai ilmu tentang praktek atau tindakan nyata di saat yang
tepat. Jadi, menarik manfaat dan menolak bahaya adakalanya dengan lisan
(teori) dan terkadang pula dengan perbuatan (praktek).” (Bayadhu bil ashl)
Perkara kepemimpinan dan penguasaan dunia ini tidak bisa dilepaskan dari pemahaman terhadap ilmu agama. Sebagaiman firman-Nya:
“Sesungguhnya kami Telah mengutus
rasul-rasul kami dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan Telah kami
turunkan bersama mereka Al Kitab dan neraca (keadilan) supaya manusia
dapat melaksanakan keadilan. dan kami ciptakan besi yang padanya
terdapat kekuatan yang hebat dan berbagai manfaat bagi manusia, (supaya
mereka mempergunakan besi itu) dan supaya Allah mengetahui siapa yang
menolong (agama)Nya dan rasul-rasul-Nya padahal Allah tidak dilihatnya.
Sesungguhnya Allah Maha Kuat lagi Maha Perkasa.” (Al Hadid: 25)
Ibnu Taimiyah berkata: ” Dalam
ayat ini Allah subhanahu wa ta’ala mengabarkan kepada kita bahwa dia
menurunkan al-kitab (Al Quran) dan Al-Mizan (neraca keadilan) agar
manusia bisa mengakkan keadilan tersebut serta menurunkan besi (yang di
dalamnya ada kekuatan) sebagaimana yang telah disebutkan oleh-Nya. Jadi
mengakkan agama haruslah dengan kitabullah Al-Haadii (Kitabullah yang menunjuki) dan As-Saifun naashir (pedang untuk berjaga diri
“….dan cukuplah Tuhanmu menjadi pemberi petunjuk dan penolong.” (Al Furqan: 31)
“Al Quran adalah dasar atau azas yang utama.
Karena itu ketika Allah mengutus rosul-Nya shallallahu ‘alaihi wa
sallam pertama kali adalah menurunkan Al quran kepada beliau, dan selama
menetap di Mekkah beliau tidak diperintahkan untuk mengangkat pedang.
Beliau baru boleh mengangkat pedang setelah beliau hijrah dan menetap di
Madinah serta telah memiliki banyak sahabat yang menolong beliau dalam
berjihad.” (Majmu’ Fatawa 28/234)
Kalau begitu, maka orang-orang yang membayangkan bahwa mendirikan Daulah Islamiyah (Negara
Islam) bisa dengan hanya mengandalkan semangat keislaman dan pemikiran
yang tidak memiliki hujjah syar’I yang mereka namakan sebagai fikr islami (pemikiran islam) atau dengan sedikit ilmu yang mereka sebut sebagai tsaqafah islamiyah dan bahwa (menurut mereka) pengajaran ilmu agama itu adalah marhalah
(tahapan) yang kemudian atau dapat dilakukan belakangan sesudah itu
semua dan bukan seseuatu yang harus diprioritaskan terlebih dahulu, maka
mereka itu adalah orang yang mengejar fatamorgana, karena sesungguhnya
mereka menghayalkan sesuatu dengan tanpa kekuatan usaha dan sarana
pendukung. Padahal kekuatan yang paling utama adalah kekuatan agama yang
telah dijanjikan oleh Allah, yang akan mendatangkan kemenangan kepada
orang-orang beriman sebagaimana firman-Nya:
“Dan adalah hak atas Kami untuk menolong orang-orang yang beriman.” (Ar Ruum: 47)
Syaikh Abdul Malik Ramadhani berkata: ” Dan
nasehat saya yang terakhir: kembalilah kalian kepada ilmu, wahai
orang-orang yang senantias mendendangkan kemuliaan Islam!”
Dari Tamim Ad-Daari dia berkata: “Di zaman
‘Umar orang-orang berlomba-lomba membangun (kehidupan dunia mereka),
maka berkatalah ‘umar: ‘Wahai seluruh penghuni rumah, jagalah tanah air
kalian! Jagalah tanah air kalian! (Ingatlah) bahwa tidak akan ada Islam
kecuali dengan Jama’ah, dan tidak akan ada jama’ah kecuali dengan
pemerintahan, dan tidak akan ada pemerintahan kecuali dengan ketaatan.
Oleh karena itu barang siapa yang oleh kaumnya diangkat menjadi pemimpin
karena paham dalam agama, maka itu berarti pertanda “kehidupan” baginya
dan bagi kaumnya. Dan barang siapa yang diangkat bukan karena paham
agama oleh kaumnya, niscaya hal itu menjadi pertana kebinasaan baginya
dan bagi merek.” (HR. Ad-Darimi no.241)
Al Hasan berkata: “Mereka (para sahabat)
berkata:’Kematian seorang Ulama (Ahli Ilmu) adalah retaknya Islam; tidak
akan ada yang bisa menambalnya selama siang dan malam masih silih
berganti.’” (Jami’ul Bayan 1/153)
Melindungi diri dari kehancuran
Dengan mengikuti Al Quran dan As- Sunnah
Saya berharap dengan membaca judul diatas
seseorang tidak hanya mengiyakan atau membenarkan sebatas dengan lisan
begitu saja, melainkan dia juga mau mengamalkan apa yang saya tawarkan
melalui judul tersebut. Hal ini karena sebenarnya permasalahan atau
judul yang tertulis itu sudah sangat diketahui oleh sebagian besar kaum
muslimin, namun sayangnya mereka hanya memahaminya sebagai sebuah teori
belaka dalam artian mereka tidak melakukan tindakan berupa pengamalan
teori tersebut. Yang saya inginkan adalah agar orang-orang Islam yang
belum mau tunduk dengan ketentuan Al-Quran dan As Sunnah, sejak hari ini
mau tunduk dengan ketentuan Al Quran dan As sunnah. Mau mempelajarinya
dengan sungguh-sungguh dan mengamalkannya juga dengan sungguh-sungguh
dimulai dari diri sendiri dan keluarga terdekat.
Memang kaum muslimin hari ini sedang dalam
keadaan pesakitan, lemah, dan tidak berdaya. Orang–orang kafir dan
munafik bersatu padu untuk menghancurkan negeri-negeri Islam dan
kawasan-kawasan yang dihuni oleh kaum muslimin. Spanyol dan Palestina
telah mereka kuasai dan kini tinggal kenangan saja. Semua hal ini
disebabkan karena semakin berkurangnya perhatian kaum muslimin terhadap
sumber kekuatan mereka sendiri, yaitu Al Quran dan As Sunnah. Akhirnya
mereka dihinakan oleh Allah subhanahu wa ta’ala karena mereka berburuk
sangka kepada Allah dengan menganggap bahwa Al Quran dan As Sunnah
sangat kecil pengaruhnya bagi kejayaan dan kemenangan ummat ini. Mereka
juga beranggapan bahwa dakwah yang sekarang ini ada di masjid-masjid
mempelajari Al Quran dan Sunnah tidak mampu menggerakkan ummat atau
sangat lambat dalam memobilisasi mereka serta sama sekali tidak mampu
menyaingi berbagai media milik orang-orang komunis, Yahudi, dan
Nashrani.
Anggapan-anggapan seperti ini –jika di
dalamnya terdapat kandungan kebenarannya- cukuplah para pelakunya
mendapatkan dosa karena mereka melalaikan perhatian para generasi muda
dari kedua wahyu ; Al Quran dan As Sunnah, menghafalnya, mempelajarinya,
dan mengajarkannya. Bahkan sekalipun sebagian dari mereka
mengahabiskan banyak waktunya untuk mengajarkan agama kepada orang
banyak, akan tetapi sangat jarang mereka itu mengambil satu ayat atau
sepenggal hadits sebagai dasar rujukan kecuali sekedar untuk tabarruk
atau untuk mengharapkan berkah. Jadi, memang anggapan dan sangkaan
mereka di atas menyebabkan mereka meninggalkan Kalaamullah (ayat-ayat Allah) serta hadits-hadits Rosulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Demi Allah ! Demi Allah! Demi Allah! Demi
Allah! Sungguh mereka benar-benar lebih khusyu ketika mendengarkan
lagu-lagu dan nasyid-nasyid jika dibandingkan dengan ketika mendengar Al
Quran dan As Sunnah dibacakan.
Tidakkah kalian mengetahui dan mau berpikir
bahwa orang-orang kafir tidak akan mampu mengalahkan kalian selagi
kalian mau membaca dua wahyu tersebut?
Allah ta’ala berfirman:
“Hai orang-orang yang beriman, jika kamu
mengikuti sebahagian dari orang-orang yang diberi Al kitab, niscaya
mereka akan mengembalikan kamu menjadi orang kafir sesudah kamu beriman.
Bagaimanakah kamu (sampai) menjadi kafir, padahal ayat-ayat Allah
dibacakan kepada kamu, dan rasul-Nya pun berada di tengah-tengah kamu?
barangsiapa yang berpegang teguh kepada (agama) Allah, Maka Sesungguhnya
ia Telah diberi petunjuk kepada jalan yang lurus.” (Ali ‘Imran 100-101)
Dalam ayat yang mulia ini terdapat dua faedah:
Pertama:
Pengikut dua wahyu –Al Quran dan As Sunnah- terlindungi dari kekafiran.
Ibnu Katsir rahimahullah berkata: “Yakni
bahwa kekufuran jauh dari kalian dan kalian terhindar darinya, karena
ayat-ayat Allah turun kepada Rosul-Nya, lalu Rosul membacakan serta
menyampaikan kepada kalian siang dan malam.” (Tafsir Al Quran Al Karim 1/597 cet. Daar Al Fikr)
Kedua:
Allah subhanahu wa ta’ala menyebutkan tipu
daya orang-orang kafir terhadap kaum muslimin yaitu keinginan mereka
untuk mengkafirkan kaum muslimin.
Allah ta’ala berfirman:
“Sebahagian besar ahli Kitab
menginginkan agar mereka dapat mengembalikan kamu kepada kekafiran
setelah kamu beriman, Karena dengki yang (timbul) dari diri mereka
sendiri, setelah nyata bagi mereka kebenaran. Maka ma’afkanlah dan
biarkanlah mereka, sampai Allah mendatangkan perintah-Nya. Sesungguhnya
Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” ( Al Baqarah: 109)
Saking besarnya makar mereka tersebut,
sampai sampai Allah menggambarkan makar mereka itu dapat meruntuhkan
gunung-gunung sebagaimana firman-Nya:
“Dan Sesungguhnya mereka Telah membuat
makar yang besar padahal di sisi Allah-lah (balasan) makar mereka itu.
dan Sesungguhnya makar mereka itu (amat besar) sehingga gunung-gunung
dapat lenyap karenanya.” (Ibrahim: 46)
Meskipun demikan, Allah tetap memberikan
jaminan bahwa iman kalian tidak akan pernah runtuh selama kalian mau
membaca (mempelajari) dan melaksanakan kandungan Al Quran dan As Sunnah.
Dan memenuhi seruan untuk kembali kepada Al
Quran dan As Sunnah dengan cara mempelajarinya, mengamalkannya, dan
mengajarkannya ini hukumnya adalah wajib. Sebagaimana ditegaskan dalam
firman Allah ta’ala:
“Hai orang-orang yang beriman, penuhilah
seruan Allah dan seruan Rasul apabila Rasul menyeru kamu kepada suatu
yang memberi kehidupan kepada kamu, Ketahuilah bahwa Sesungguhnya Allah
membatasi antara manusia dan hatinya dan Sesungguhnya kepada-Nyalah kamu
akan dikumpulkan.” ( Al Anfaal: 24)
Mereka yang mau kembali kepada kedua wahyu
tersebut dijamin tidak akan tersesat selama-lamanya sebagaimana sabda
Rosulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:
“Aku tinggalkan bagi kalian dua perkara.
Kalian tidak akan tersesat bila selalu berpegang kepada keduanya:
Kitabullah dan Sunnahku. Keduanya tidak akan terpisah sehingga keduanya
menemui aku di telaga Haudl.” (HR. Bukhari dan Malik. Hadits ini hasan)
Para Rosul ‘alaihimus salam adalah manusia
yang paling mengikuti wahyu. Oleh karena itu, Allah memberi mereka
kekuatan untuk menolong mereka, sebagaimana disebutkan dalam firman-Nya:
“Allah Telah menetapkan: “Aku dan rasul-rasul-Ku pasti menang”. Sesungguhnya Allah Maha Kuat lagi Maha Perkasa.” (Al Mujadaalah : 21)
“Dan Sesungguhnya Telah tetap janji kami
kepada hamba-hamba kami yang menjadi rasul,(yaitu) Sesungguhnya mereka
Itulah yang pasti mendapat pertolongan. Dan Sesungguhnya tentara Kami
itulah yang pasti menang,” (Ash Shaffaat: 171-173)
”Sesungguhnya kami menolong rasul-rasul
kami dan orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia dan pada hari
berdirinya saksi-saksi (hari kiamat)” (Al Mukmin: 51)
Siapa saja yang mengikuti jalan para rosul
niscaya akan memperoleh apa yang diperoleh para rosul, yaitu kekuatan
dan pertolongan Allah.
Allah ta’ala berfirman kepada Musa dan Harun ‘alaihimas salam dan juga para pengikut keduanya:
“Allah berfirman: “Kami akan membantumu
dengan saudaramu, dan kami berikan kepadamu berdua kekuasaan yang besar,
Maka mereka tidak dapat mencapaimu; (berangkatlah kamu berdua) dengan
membawa mukjizat kami, kamu berdua dan orang yang mengikuti kamulah yang
akan menang.” (Al Qashash: 35)
Dan Allah juga berfirman kepada ‘Isa ‘alaihis salam dan kepada para pengikutnya:
“(ingatlah), ketika Allah berfirman:
“Hai Isa, Sesungguhnya Aku akan menyampaikan kamu kepada akhir ajalmu
dan mengangkat kamu kepada-Ku serta membersihkan kamu dari orang-orang
yang kafir, dan menjadikan orang-orang yang mengikuti kamu di atas
orang-orang yang kafir hingga hari kiamat. Kemudian Hanya kepada Akulah
kembalimu, lalu Aku memutuskan diantaramu tentang hal-hal yang selalu
kamu berselisih padanya”. (Ali ‘Imran: 55)
Ibnu Taimiyah berkata: “Setiap orang yang
mengikuti rasul, Allah akan selalu bersamanya sesuai dengan kadar
ittiba’nya (kesetiaan dalam mengikuti) kepada rosul tersebut.”
Allah ta’ala berfirman:
“Hai nabi, cukuplah Allah (menjadi Pelindung) bagimu dan bagi orang-orang mukmin yang mengikutimu.” (Al Anfaal: 64)
“Dan jaminan perlindungan secara mutlak
akan diperoleh dengan cara mengikuti rasul secara total. Sebaliknya,
jaminan perlindungan akan berkurangmanakala seseorang berkurang dalam
mengikuti rasul.” (Minhajus Sunnah 8/487-488)
Kemudian Ibnu Taimiyah berkata lagi: ”
Seandainya ada seseorang terasing sendirian di sebuah negeri membawa
kebenaran dari rasul sementara tidak ada orang yang menolongnya, maka
sesungguhnya Allah akan bersamanya dan tetap memperoleh bagian dari
firman-Nya:
“Jikalau kamu tidak menolongnya
(Muhammad) Maka Sesungguhnya Allah Telah menolongnya (yaitu) ketika
orang-orang kafir (musyrikin Mekah) mengeluarkannya (dari Mekah) sedang
dia salah seorang dari dua orang ketika keduanya berada dalam gua, di
waktu dia Berkata kepada temannya: “Janganlah kamu berduka cita,
Sesungguhnya Allah beserta kita.” Maka Allah menurunkan keterangan-Nya
kepada (Muhammad) dan membantunya dengan tentara yang kamu tidak
melihatnya, dan Al-Quran menjadikan orang-orang kafir Itulah yang
rendah. dan kalimat Allah Itulah yang Tinggi. Allah Maha Perkasa lagi
Maha Bijaksana” (At Taubah: 40)
Berikut ini adalah kisah keteladanan yang
akan selalu dikenang sepanjang masa sebagi satu contoh dan bukti bahwa
orang yang selalu mengikuti jalan para rosul, merekalah yang akan
mendapatkan kemenangan.
Kisah ini memuat keagungan dan kemuliaan
seorang Abu Bakar yang melalui tangannya Allah subhanahu wa ta’ala
menjaga dan menolong agama-Nya setelah Rosulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam sendiri.
Abu Hurairah pernah berseru:”Demi Allah yang
tidak ada Ilah yang berhak disembah selain Dia! Seandainya bukan karena
Abu Bakar yang menjadi khalifah (setelah Rosulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam wafat) maka niscaya Allah tidak disembah.!!”
Dan beliau mengulang-ulang ucapannya
tersebut. Dan tatkala beliau mengulangnya lagi untuk yang ketiga
kalinya, seorang sahabat pun berkata kepda beliau: “Sudahlah, wahai Abu
Hurairah!”
Abu Hurairah dengan serta-merta berkata: ”
Sesungguhnya Rosulullah shallallahu ‘alai wa sallam memberangkatkan
pasukannya dibawah pimpinan Usamah bin Zaid dengan kekuatan tujuh ratus
pasukan ke negeri Syam, dan tatkala pasukan tersebut tiba di Dzi Khasyab
Rosulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam wafat dan suku-suku arab yang
berdiamdi sekitar Madinah kembali menjadi kafir (murtad).
Sahabat-sahabat rosulullah pun sepakat menghadap beliau (Abu Bakar)
kemudian berkata:”Wahai Abu Bakar, Perintahkanlah pasukan Usamah untuk
kembali ke Madinah! Mereka sedang menuju Syam untuk menghadapi pasukan
Romawi padahal orang-orang Arab di sekitar kota Madinah ini kembali
menjadi kafir (murtad dengan wafatnya Rosulullah).”
Abu Bakar pun berkata: “Demi Dzat yang tidak
ada Ilah selain Dia, seandainya segerombolan anjing mengitari kaki para
istri rosulullah (sekalipun), maka saya tetap tidak akan mengembalikan
pasukan yang telah diberangkatkan sendiri oleh rosulullah. Saya tidak
akan menurunkan panji-panji yang telah dipancangkan oleh rosulullah.”
Dan beliau pun tetap meneruskan pasukan
Usamah. Setiap kali pasukan tersebut melewati kabilah yang ingin murtad,
kabilah tersebut berkata:”Kalau kaum muslimin tidak memiliki kekuatan
lagi maka pasukan seperti ini tidak akan mungkin keluar meninggalkan
kota Madinah. Oleh kerena itu biarkanlah mereka bertemu dengan bangsa
Romawi.”
Akhirnya bertemulah dua pasukan tersebut.
Setelah terjadi pertempuran sengit, akhirnya pasukan Usamah dapat
mengalahkan dan menghabisi pasukan Romawi. Merekapun kembali dengan
selamat dan membawa kemenangan. Orang-orang Arab yang tadinya ingin
kembali kafir tetap memeluk Islam.” (Al Aawasim minal Qawasim karya Ibnul ‘Arabi hal 63)
Jadi, hasil dari keteguhan memegang sunnah adalah kemenangan atas musuh dan keteguhan atau ketetapan dalam menjalankan Islam.
Perhatian:
Muhammad Al-Amin Asy Syinqithi rahimahullah
berkata: ” Dan para ‘ulama telah menyatakan bahwa kemenangan para Nabi
ada dua macam: Pertama, menang dengan hujjah (argument) dan bayan
(penjelasan); dan kedua, menang dengan pedang dan tombak yang hanya
dikhususkan bagi orang-orang yang memang diperintahkan berperang di
jalan Allah.” (Adhwaa Al Bayan 1/353)
Oleh karena itu para Ulama pun menetapkan
bahwa orang-orang beriman yang pada hari ini lemah dan tidak mampu serta
tidak diperintahkan untuk berperang, maka mereka hanya dibebankan untuk
menguasai hujjah-hujjah ilmiyah yang (diharapkan dapat) menumbangkan
semua kebatilan dan perselisihan. Adapun orang-orang yang dikaruniai
kekuatan (al Quwwah) dan kekuasaan (As Sulthan) maka diperintahkan untuk
menggunakannya sehingga hujjah-hujjah ilmiyah tertopang dengan pedang
dan tombak. Dengan demikian hujjah ilmiah akan menang disegala zaman.
Ahlu Hadits adalah orang yang paling kuat hujjahnya kerena mereka paling mengerti tentang Al Quran dan As Sunnah.
Mereka juga orang yang paling mengerti
tentang petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka mereka adalah
orang yang paling mengikuti Al Quran dan Sunnah.
Pembahasan selengkapnya tentang Ahlul Hadits akan disampaikan pada bab kedua.
Ancaman Kesesatan dan Kekafiran
Bagi orang yang Menyelisihi Rosulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
Selama Allah menetapkan keteguhan bagi
pengikut Nabi-Nya dalam agamanya, maka selama itu pula Dia menetapkan
bahaya (musibah dalam agamanya) bagi orang-orang yang menyelisihinya.
Allah ta’ala berfirman:
“Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah-Nya takut akan ditimpa fitnah atau ditimpa azab yang pedih.” ( An Nuur: 63)
Ibnu Taimiyah berkata tentang firman Allah di atas: “(Dalam
ayat ini) Allah memerintahkan kepada orang-orang yang menyelisihi
perintah Rosul-Nya agar takut tertimpa fitnah atau cobaan. Fitnah disini
maksudnya: Murtad dan kufur.”
Allah berfirman:
“Dan perangilah mereka itu, sehingga
tidak ada fitnah lagi dan (sehingga) ketaatan itu Hanya semata-mata
untuk Allah. jika mereka berhenti (dari memusuhi kamu), Maka tidak ada
permusuhan (lagi), kecuali terhadap orang-orang yang zalim.” (Al Baqarah: 193)
Abu Thalib Al Misykani berkata:”….Tahukah kamu apa yang dimaksud dengan fitnah itu? (Fitnah itu adalah) kekafiran.” (Ash Sharim Al Maslul hal.56-57)
Kekafiran yang dimaksud adalah kekafiran
karena sikap menyelisihi, menolak, atau membangkang dari perintah rosul.
Pangkal kekafiran Ahli Kitab adalah dari sisi peyelisihan mereka terhadap para Rosul. Allah berfirman:
” Mereka menjadikan orang-orang alimnya
dan rahib-rahib mereka sebagai Tuhan selain Allah dan (juga mereka
mempertuhankan) Al masih putera Maryam, padahal mereka Hanya disuruh
menyembah Tuhan yang Esa, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain
Dia. Maha Suci Allah dari apa yang mereka persekutukan.” (At Taubah: 31)
Oleh karena itu takutlah kalian wahai para
penerus ummat ini jika kalian berjalan tidak sesuai dengan aturan main
yang sudah ditetapkan oleh Allah dan Rosul-Nya!
Bahkan lebih lanjut Allah melekatkan kehinaan pada diri orang-orang yang menentang Allah dan Rosul-Nya sebagaimana firman-Nya:
“Sesungguhnya orang-orang yang menetang Allah dan RasulNya, mereka termasuk orang-orang yang sangat hina.” (Al Mujaadalah: 20)
Hal ini deperkuat juga dengan sabda Rosul-Nya:
“….dan dijadikan kehinaan dan kekerdilan atas orang yang menyelisihi perintahku.” (HR Ahmad 2/50 dan lain-lain)
Kesimpulan:
Menuntut ilmu syar’i adalah merupakan
kewajiban bagi setiap muslim dan muslimah. Tidak ada alasan sedikit pun
yang bisa digunakan untuk menggugurkan kewajiban menuntut ilmu syar’i.
Terlebih lagi pada saat atau zaman seperti sekarang ini dimana banyak
media dan saran yang tersedia, banyak ustadz dan buku-buku yang telah
tersebar dimana-mana. Satu hal yang harus diperhatikan, tuntutlah ilmu
agama itu dari sumber-sunbernya yang terpercaya, dari ulama-ulama yang
terkenal tsiqah dan lurus pemahaman agamanya. Karena hari ini
banyak orang-orang sesat yang hadir dimana-mana dan menulis serta
berbicara di banyak tempat dengan kesesatan. Berhati-hatilah dari mereka
wahai para generasi penerus ummat !
http://ghulamzuhri.wordpress.com/category/bab-i-kemuliaan-hanya-dapat-dicapai-dengan-ilmu/
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment